Normalisasi dengan Israel, Sudan Tak Lagi Dukung Hamas
Sabtu, 25/09/2021 - 10:01:31 WIB
Redaktur: RL
 |
Para milisi sayap militer Hamas saat parade di Jalur Gaza, Palestina.
Sudan menutup pintu dukungan untuk Hamas setelah menormalisasi hubungan
dengan Israel. Foto/REUTERS |
KHARTOUM | BERITATIME.COM - Sudan menutup pintu dukungan untuk Hamas dengan menyita aset sejumlah perusahaan yang terkait dengan kelompok perlawanan Palestina di Jalur Gaza tersebut. Kebijakan negara Afrika itu berubah setelah melakukan normalisasi hubungan dengan Israel .
Penyitaan aset sejumlah perusahaan juga bagian dari upaya Khartoum untuk melepaskan unsur-unsur yang terkait dengan sang pemimpin lama; Omar al-Bashir, sekaligus menolak menjadi tempat yang aman bagi Hamas.
Seorang sumber pemerintah Sudan mengatakan sebuah komite yang dibentuk untuk memulihkan dana publik setelah penggulingan al-Bashir telah mengambil alih perusahaan-perusahaan yang terkait dengan kelompok Hamas.
Menurut sumber tersebut entitas yang diambil alih antara lain perusahaan properti Hassan & Al-Abed, proyek pertanian Al-Bidaya, Hotel Paradise yang tinggi dan perusahaan transfer uang Al-Fayha.
"Mereka mendapat perlakuan istimewa dalam tender, pengampunan pajak, dan mereka diizinkan untuk beralih ke Hamas dan [pindah] ke Gaza tanpa batas," kata seorang anggota satuan tugas dari komite tersebut kepada Reuters, Jumat (24/9/2021), dengan syarat anonim.
Sumber lain mengatakan dewan kedaulatan yang berkuasa di Sudan mengonfirmasi penyitaan aset-aset perusahaan yang terkait Hamas di Sudan telah disita negara.
Reuters menggambarkan penyitaan sebagai bagian dari upaya Sudan untuk bergerak ke Barat setelah penggulingan Bashir pada 2019, yang pada dasarnya menyangkal tempat yang aman bagi para operator Hamas untuk mengumpulkan dana dan memindahkan senjata Iran ke Gaza.
Sudan menandatangani kesepakatan normalisasi dengan Israel tahun lalu sebagai bagian dari Kesepakatan Abraham. Negara lain yang melakukan hal serupa adalah Uni Emirat Arab, Bahrain dan Maroko.
Seorang sumber pemerintah Sudan mengatakan sebuah komite yang dibentuk untuk memulihkan dana publik setelah penggulingan al-Bashir telah mengambil alih perusahaan-perusahaan yang terkait dengan kelompok Hamas.
Menurut sumber tersebut entitas yang diambil alih antara lain perusahaan properti Hassan & Al-Abed, proyek pertanian Al-Bidaya, Hotel Paradise yang tinggi dan perusahaan transfer uang Al-Fayha.
"Mereka mendapat perlakuan istimewa dalam tender, pengampunan pajak, dan mereka diizinkan untuk beralih ke Hamas dan [pindah] ke Gaza tanpa batas," kata seorang anggota satuan tugas dari komite tersebut kepada Reuters, Jumat (24/9/2021), dengan syarat anonim.
Sumber lain mengatakan dewan kedaulatan yang berkuasa di Sudan mengonfirmasi penyitaan aset-aset perusahaan yang terkait Hamas di Sudan telah disita negara.
Reuters menggambarkan penyitaan sebagai bagian dari upaya Sudan untuk bergerak ke Barat setelah penggulingan Bashir pada 2019, yang pada dasarnya menyangkal tempat yang aman bagi para operator Hamas untuk mengumpulkan dana dan memindahkan senjata Iran ke Gaza.
Sudan menandatangani kesepakatan normalisasi dengan Israel tahun lalu sebagai bagian dari Kesepakatan Abraham. Negara lain yang melakukan hal serupa adalah Uni Emirat Arab, Bahrain dan Maroko.
Pada Desember 2020, setelah AS menghapus Sudan dari daftar hitam negara sponsor terorisme menyusul janjinya untuk menormalkan hubungan dengan Israel, negara Arab di Afrika itu mencabut kewarganegaraan pemimpin tinggi Hamas, Khaled Mashaal, serta sekitar 3.000 warga negara asing lainnya yang dituduh terkait dengan kelompok teror.
Mashaal, yang mengepalai biro politik Hamas antara tahun 1996 dan 2017, telah diusir dari sejumlah negara Timur Tengah dan saat ini tinggal di Qatar.
Sebagai bagian dari kesepakatan yang akan dihapus dari daftar hitam, Sudan setuju untuk membayar USD335 juta untuk memberi kompensasi kepada para penyintas dan keluarga korban dari serangan terhadap kapal USS Cole pada tahun 2000 di lepas pantai Yaman dan serangan kembar tahun 1998 di Kedutaan Besar AS di Kenya dan Tanzania.
Serangan-serangan itu dilakukan setelah al-Bashir mengizinkan tempat perlindungan pemimpin al-Qaeda Osama bin Laden di Sudan. Agen intelijen Israel menduga salah satu kepala perencana serangan kedutaan, Abdullah Ahmed Abdullah, tewas di Teheran awal tahun lalu.
Pemerintah transisi Sudan, yang mengambil alih kekuasaan berakhir pada tahun 2019 setelah penggulingan Bashir, juga setuju untuk mengakui Israel, tujuan utama bagi pemerintahan AS era Trump, meskipun Khartoum telah berusaha untuk mengecilkan hubungannya.
sumber:sindonews.com
|
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan WA ke 0858-3144-9896
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
|
Komentar Anda :